Beranda | Artikel
Wafatnya Orang-Orang Shalih dan Tersisanya Generasi Buruk
1 hari lalu

Wafatnya Orang-Orang Shalih dan Tersisanya Generasi Buruk adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-Mursalin. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Mubarak Bamualim, Lc., M.H.I. pada Selasa, 23 Rabiul Awwal 1447 H / 16 September 2025 M.

Kajian Tentang Wafatnya Orang-Orang Shalih dan Tersisanya Generasi Buruk

Hadits berikutnya adalah hadits dari Midras al-Aslami Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

يَذْهَبُ الصَّالحُونَ الأوَّلُ فالأولُ، وتَبْقَى حُثَالَةٌ كحُثَالَةِ الشِّعِيرِ أوْ التَّمْرِ، لاَ يُبالِيهمُ اللَّه بالَةً

“Orang-orang shalih akan diwafatkan oleh Allah satu per satu, lalu yang tersisa hanyalah orang-orang yang buruk, seperti ampas gandum atau kurma. Allah tidak lagi mempedulikan mereka sedikit pun.” (HR. Bukhari)

Makna hadits ini adalah bahwa orang-orang shalih dipanggil Allah secara berurutan. Generasi sahabat wafat, kemudian diganti oleh generasi tabi’in, lalu generasi tabi’ut tabi’in, hingga sampai kepada generasi setelah mereka. Silih berganti, orang-orang saleh banyak yang wafat, hingga pada akhir zaman hanya tersisa manusia-manusia yang buruk.

Mereka disebut حثالة (ampas), sebagaimana ampas gandum atau kurma yang jelek. Yang tersisa hanyalah orang-orang buruk dalam akidah, amalan, dan akhlaknya. Pada masa itulah kiamat terjadi, yaitu menimpa manusia yang paling buruk di muka bumi. Allah tidak lagi memperhatikan mereka dan tidak mengangkat derajat mereka karena keburukan mereka.

Hadits ini menjelaskan bahwa perjalanan dari satu generasi ke generasi berikutnya semakin menuju kepada keburukan. Generasi terbaik adalah sahabat, kemudian tabi’in, lalu tabi’ut tabi’in. Setelah itu, orang-orang baik memang masih ada, namun di akhir zaman mereka akan diwafatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang tersisa hanyalah manusia-manusia buruk, dan Allah tidak lagi peduli kepada mereka.

Midras al-Aslami Radhiyallahu ‘Anhu adalah salah seorang sahabat yang ikut membaiat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada Bai’at Ridwan, yaitu peristiwa perjanjian Hudaibiyah antara Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan kaum musyrikin Quraisy. Saat itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengutus Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘Anhu untuk berdialog dengan mereka.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabat beliau, kurang lebih 1700 orang, hendak melaksanakan umrah. Namun, mereka tidak diizinkan oleh orang-orang Quraisy. Kaum musyrikin Quraisy tidak mengizinkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan kaum mukminin untuk melaksanakan umrah pada tahun itu.

Kemudian tersebar berita bahwa Utsman bin Affan terbunuh di kota Makkah. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengadakan baiat kepada para sahabat. Semua sahabat yang mengikuti baiat tersebut dijamin surga oleh Allah. Peristiwa ini dikenal dengan Baiatur Ridwan, sebagaimana firman Allah Taala:

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ…

“Sungguh, Allah telah meridai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon.” (QS. Al-Fath [48]: 18)

Salah seorang sahabat yang ikut baiat pada saat itu adalah Midras al-Aslami Radhiyallahu ‘Anhu, perawi hadits yang sedang dibahas.

Hadits ini mengandung penjelasan bahwa wafatnya orang-orang shalih dan para ulama merupakan salah satu tanda kiamat. Ulama rabbani yang mengamalkan dan mendakwahkan ilmu mereka, ketika wafat, itu menjadi pertanda dekatnya hari kiamat. Karena itu, seorang mukmin hendaknya berusaha meneladani orang-orang shalih, mengikuti kebaikan mereka, tanpa mengultuskan mereka.

Ada sebagian orang jahil yang mengultuskan orang-orang shalih, padahal hal itu tidak dibenarkan. Orang shalih harus didoakan dan dijadikan teladan, tetapi tidak boleh mendatangi kuburan mereka dan meminta kepada mereka. Jika seorang muslim mendatangi kuburan orang shalih lalu meminta kepada mereka, maka itu perbuatan syirik. Seorang mukmin hanya boleh memohon kepada Allah Subhanahu wa Taala, sebagaimana firman-Nya:

… ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ…

“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Ghafir [40]: 60)

Karena itu, tidak boleh memohon kepada orang-orang shalih yang sudah meninggal. Mereka tidak bisa berbuat apa pun terhadap orang yang hidup. Aqidah seorang mukmin harus lurus, tidak ikut-ikutan ajaran gurunya bila menyimpang. Gurunya haruslah mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih.

Orang-orang shalih yang sudah wafat tidak dapat mendengar doa manusia yang masih hidup. Kalaupun mendengar, mereka tidak bisa mengabulkan permintaan itu. Al-Qur’an menyebutkan hal ini dengan tegas. Maka, orang saleh hanya boleh dihormati, dimuliakan, dan didoakan. Bukan dimintai pertolongan. Mereka di alam barzakh justru membutuhkan doa dari kaum muslimin yang masih hidup.

Maka, kewajiban kita adalah mendoakan mereka, bukan meminta kepada mereka. Allah adalah Dzat yang Maha Hidup, Maha Mendengar, Maha Pemberi, Maha Kaya, dan Maha Kuasa. Seorang mukmin wajib hanya meminta kepada Allah, bertawakal kepada-Nya, bukan kepada manusia, apalagi orang yang sudah wafat.

Download MP3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55591-wafatnya-orang-orang-shalih-dan-tersisanya-generasi-buruk/